18 June 2013

DAKWAAN PREMATUR



Mengulang kata "Dakwaan Prematur". Yup hari ini dua kata itu berkali-kali saya ucapkan. Alasannya ya hampir sama, "prematur". Hanya karena kawan lama yang nikah di Semarang dan ndak ngundang-ngundang, nilai Mata Kuliah MPPLH yang hanya B- (padahal sudah pengalaman bikin skripsi, seharusnya bisa dapat A), Partner kerja yang miss koordinasi sehingga kita kehilangan momentum untuk ekspansi, sampai teman dekat yang punya "asumsi" negatif tentang buruknya saya membagi waktu. 

Sempat emosi, berpikir negatif, sedikit menyalahkan orang lain, dan mencari pembenaran untuk diri sendiri. Hal-hal prematur itu memaksa saya berpikir sejenak, dan kemudian menyimpulkan bahwa kalau ada orang yang harus disalahkan atas semua hal prematur diatas, orang tersebut adalah saya... Karena lawan terbesar dalam permainan ini adalah diri saya sendiri.

Istilah dakwaan prematur yang kita bahas kali ini tentu tidak ada kaitan dengan dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum. Prematur disini sekedar mengungkapkan betapa pikiran negatif yang belum tentu kebenarannya dapat memperburuk komunikasi kita dengan orang di sekitar kita. Padahal komunikasi merupakan kata kunci dan tindakan penting dalam membentuk, memelihara, dan meningkatkan kualitas hubungan antarmanusia. Betapa banyak hubungan persahabatan, hubungan bisnis, bahkan hingga hubungan keluarga sekalipun terputus karena komunikasi para anggota di dalamnya tidak berjalan dengan baik.

Saya pun teringat dengan sebuah kisah sederhana. Ada seorang suami yang bertengkar dengan istrinya, dan masing-masing tidak mau mengalah. Akibatnya, mereka tidak saling menegur sapa selama beberapa hari. Suatu hari, sang suami bekerja hingga larut dan besok harus bangun Shubuh karena ada dinas ke luar kota. Semula sang suami ingin meminta tolong kepada istrinya untuk membangunkannya menjelang Shubuh, namun karena gengsi ia hanya menulis di secarik kertas: "Ma, tolong bangunkan saya pukul 03.00 karena harus bersiap-siap dinas keluar kota, naik pesawat pukul.05.30". Lalu sang suami menaruh surat tersebut di atas meja rias istrinya.

Keesokan harinya, sang suami bangun kesiangan sekitar pukul 06.00. Rencana dinas keluar kota pun batal. Sang suami pun marah besar dan kesal karena sang istri tidak membangunkannya. Namun alangkah terkejutnya sang suami ketika mendapati secarik kertas berisi tulisan sang istri: "Pak bangun, sudah jam 03.00. Katanya Bapak harus dinas keluar kota dan berangkat naik pesawat pagi ini? Ayo bangun Pak".

Cerita di atas memang fiktif belaka. Tapi kejadian serupa bisa saja terjadi ketika pikiran negatif dibiarkan menggerogoti komunikasi diantara kita. Oleh karenanya kita harus berubah, merubah semua pikiran negatif menjadi pikiran dan tindakan positif. Mengkonfirmasi semua asumsi kita pada orang yang tepat. Karena tidak semua hal yang kita ketahui, mereka juga ketahui. Dan tidak semua hal yang kita anggap benar, benar juga dalam pandangan mereka.

Setiap orang dibesarkan melalui sentuhan tangan orang-orang lain yang mewarnai kehidupan mereka. Setiap orang mempunyai prioritas terhadap nilai-nilai kehidupan yang mereka pegang. Pahami mereka, sebelum meminta mereka untuk memahami kita. Berikan umpan balik positif, pujian, dan kehangatan komunikasi secara personal. 

Menutup ke-prematur-an saya hari ini, maka saya kutip nasihat berharga dari Glenn Clark yang mengatakan: "Kalau anda ingin menempuh jarak jauh dan cepat, maka ringankanlah beban anda. Tinggalkan segala iri, kecemburuan, ketidak-relaan, sikap mementingkan diri sendiri, dan ketakutan".

Jakarta, 18 Juni 2013.
Ditengah ke-prematur-an selepas UAS, ditengah Intensif, dan menjelang perjalanan spiritual yang sangat dinantikan. Semoga tetap bermanfaat!

1 comment:

Unknown said...

kampus swasta terbaik dinus.ac.id