13 February 2009

Krisis Pemimpin? Tengok Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib...

Seruan Khalifah Ali bin Abi Thalib tentang Model Kepemimpinan

Bung Hatta pernah menulis bahwa “Indonesia luas tanahnya, besar daerahnya dan tersebar letaknya. Pemerintahan negara yang semacam ini hanya dapat diselenggarakan oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab yang sebesar-besarnya dan mempunyai pandangan yang amat luas. Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada kita jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa dan kehormatan bangsa. Untuk itu kita harus mendidik diri kita dengan rasa cinta akan kebenaran dan keadilan.”

Indonesia merupakan bangsa besar dengan pemimpin yang tidak kalah besar. Sayangnya, regenerasi dan rotasi kepemimpinan minus terjadi pada kaum muda. Akibatnya, banyak pemimpin sepuh yang belum tergantikan meski tidak cukup besar kapasitasnya untuk menanggung beban permasalahan negeri ini. Namun demikian, kita tetap harus berusaha mengais optimisme di tengah keterbatasan yang kita miliki. Salah satunya dengan meng-copy paste model kepemimpinan yang telah teruji keberhasilannya.

Model kepemimpinan seperti apa yang disampaikan Bung Hatta sebenarnya sudah dicontohkan –secara lebih lengkap dan rinci- oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya ketika memimpin revolusi peradaban di tanah Arab sekitar 1400 tahun yang silam. Meski sudah lama berlalu, buah manis revolusi besar itu masih dapat dirasakan di berbagai belahan bumi sampai dengan saat ini. Dan dalam kesempatan ini kita akan sedikit membahas seruan Ali bin Abi Thalib tentang model kepemimpinan.

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat sepeninggal Rasulullah saw. Beliau merupakan seorang pemimpin yang dikenal dengan sifat-sifat mulianya. Seorang pemimpin yang visioner, memiliki pandangan jauh ke depan, kaya dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan, berbicara secukupnya namun penuh hikmah, dan mampu menegakkan hukum dengan adil.

Ali bin Abi Thalib juga dikenal sebagai pemimpin yang tegas, bersahaja dan sangat memperhatikan rakyatnya. Sifat-sifat tersebut diantaranya terukir dalam secarik surat yang beliau tujukan untuk bawahannya, gubernur Basrah bernama Ibnu Hanif, yang diketahui hidup dalam kemewahan dan lalai terhadap rakyatnya. Berikut petikan surat yang dimaksud :

“Wahai Ibnu Hanif, Telah sampai berita kepadaku bahwa salah seorang penduduk Basrah yang dermawan telah mengundangmu berpesta. Engkau menghadirinya dan menikmati semua hidangan mewah dalam porsi yang besar. Aku tidak mengira engkau mau menghadiri pesta suatu kaum padahal orang-orang miskin tidak diundang didalamnya.

Ketahuilah bahwa setiap makmum mempunyai imam yang menjadi panutan dan cahaya ilmunya dibutuhkan. Ingatlah bahwa imammu (Ali bin Abi Thalib) merasa cukup terhadap dunia ini dengan dua pakaian yang sudah lusuh dan dua potong roti kering. Ingatlah bahwa engkau tidak akan mampu melakukan hal itu. Namun tolonglah aku dengan wara’ dan ijtihad, menjaga kehormatan dan harga diri serta berlaku lurus.

Demi Allah, aku tidak menyimpan dari dunia ini sekeping emas pun dan tidak pula menyimpan kekayaan yang cukup dari harta rampasan. Aku tidak menyediakan untuk ganti pakaianku yang lusuh. Aku tidak mengambil sejengkal tanah pun. Aku pun tidak mengambil kecuali seperti makanan orang yang lemah yang sedikit makannya. Dan dunia ini di mataku lebih rendah dan hina daripada bahan baku tinta yang pahit rasanya”.

Selanjutnya, isi surat berisi seruan tentang perlunya kasih sayang seorang pemimpin kepada bawahan dan rakyat yang dipimpinnya. Berikut lanjutan petikannya :

“Hendaklah hatimu merasa sayang, cinta dan lemah lembut kepada rakyat. Jangan sekali-kali engkau menjadi seperti binatang buas yang menganggap rakyat sebagai mangsa dan makanannya. Untuk melaksanakan hukum di kalangan manusia, pilihalah rakyatmu yang paling mulia jiwanya, yang tidak menjadikan urusannya sempit, yang tidak membuat lawannya bertengkar dengannya, tidak terus menerus dalam ketergelinciran, dan tidak tergoda oleh harta, serta siap menegakkan kebenaran jika ia mengetahuinya. Ia adalah rakyat yang tidak tamak hatinya dan tidak merasa puas terahdap pemahaman yang dangkal.

Perhatikan urusan pegawai-pegawaimu dan berilah sesuatu untuk menguji kemampuan dan tanggungjawab mereka. Janganlah mengangkat mereka karena cinta dan pilih kasih karena bisa jadi mereka termasuk kelompok orang yang suka serong dan khianat. Carilah diantara mereka yang punya rasa malu dalam melakukan kejelekan dan mereka berasal dari kalangan keluarga yang saleh. Sempurnakan upah mereka karena hal itu merupakan kekuatan untuk memperbaiki diri mereka dan dapat menjaga mereka dari mengambil sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya. Hal ini juga menjadi alasan untuk mempersalahkan manakala mereka melanggar perintah atau mengabaikan amanatmu”.

Demikian petikan seruan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang sepertinya layak ditujukan untuk semua pemimpin dalam tingkatan apapun sepanjang masa. Semoga seruan Beliau dapat membangunkan kita dari zona nyaman sekaligus memompa semangat perjuangan untuk berlomba-lomba menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Dan seandainya setiap individu dapat meresapi dan mengamalkan makna seruan Beliau, Insya Allah keadilan dan kesejahteraan dapat segera terwujud di tengah kehidupan kita. Untuk itu, mari bersama-sama kita menjadi pioneer yang menghembuskan angin perubahan. Menjadi manusia yang lebih bermanfaat demi menggapai ridha Ilahi Robbi. Amiin...

1 comment:

Anonymous said...

Imam Ali kw adalah manusia terbaik setelah Rasulullah saaw