Stigma negatif nampaknya masih terus melekat ketika berbicara mengenai hukum Islam. Rajam, qishash, dera, serta potong tangan seakan menjadi jargon yang melekat di telinga setiap orang dan menguburkan keindahan yang dibawa Islam. Tidak hanya dalam pandangan kalangan non-muslim, ironisnya umat muslim sendiripun masih banyak yang salah paham terhadap hukum Islam.
Sebenarnya, pidana hanya merupakan salah satu aspek dari syariah Islam yang komprehensif. Sebagaimana sifat dari syariah, aspek pidana dalam Islam bersumber langsung dari Allah Al-Hakim Yang Maha Adil. Pidana dalam Islam digali dari Qur’an dan Hadits. Sangat tidak layak jika dibandingkan dengan hukum yang dibuat oleh manusia yang tidak pernah lepas dari keterbatasan dan hawa nafsunya.
Fakta sejarah membuktikan bahwa Islam senantiasa memegang teguh prinsip keadilan, kesamaan dihadapan hukum, dan perlindungan hukum tanpa diskriminasi. Karenanya Islam mampu memenuhi rasa keadilan bagi seluruh masyarakat, baik muslim maupun non-muslim, bangsawan maupun rakyat jelata, kaya maupun miskin, bahkan kawan maupun lawan. Ini sejalan dengan seruan Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..." (QS. al-Maidah: 8).
Alkisah, bangsawan Quraisy pernah datang kepada Usamah bin Zaid agar meminta kebijaksanaan Rasulullah SAW terhadap seorang bangsawan wanita yang melakukan pencurian, maka Rasulullah SAW dengan tegas bersabda:
"Hancurnya umat-umat terdahulu adalah tatkala kalangan rakyat jelata melakukan pelanggaran, mereka menerapkan hukum dengan tegas. Tetapi manakala pelanggar itu dari kalangan bangsawan, mereka tidak melaksanakan hukum sepenuhnya. Oleh karena itu, kalau sekiranya Fatimah putri Rasulullah mencuri, pasti kupotong tangannya ".
Sepintas hukuman yang dijatuhkan dalam Islam terlihat kejam dan tidak manusiawi. Misalnya mengenai penetapan hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan ataupun penganiayaan. Melalui qishash pelaku dihukum setimpal dengan perbuatannya. Dia dibunuh karena membunuh dan dilukai karena melukai. Sebagaimana firman Allah SWT:
”Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya...” (QS. al-Maidah: 45).
Hukuman ini tentu bukan tanpa alasan. Dalam Islam, nyawa setiap orang sangat dilindungi. Pembunuhan yang dilakukan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar, disamakan dengan membunuh manusia seluruhnya. Sebaliknya, memelihara kehidupan seorang manusia saja bagaikan memelihara kehidupan seluruh manusia.
Hukuman yang dijatuhkan dalam Islam ternyata tidak hanya berdimensi dunia, melainkan juga berdimensi akhirat. Pemidanaan dalam Islam bersifat zawajir dan jawabir. Zawajir artinya pidana sebagai hukuman yang membuat jera di dunia sekaligus mencegah kejahatan serupa terjadi. Sedangkan sifat jawabir bermakna bahwa pidana yang telah dijatuhkan di dunia dapat meleburkan dosa di akhirat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam peristiwa Baiat Aqabah II :
“Barangsiapa yang melakukan suatu kejahatan, seperti berzina, mencuri, dan berdusta, lalu dijatuhi hukuman atas perbuatannya itu, maka sanksi menjadi kaffah (penebus dosa) baginya”. (HR. Bukhari).
Pandangan sinis yang menilai bahwa syariah Islam sangat kejam timbul manakala kita menggunakan cara pandang sekuler-liberal yang menyanjung kebebasan di atas segalanya serta memisahkan secara tegas hubungan muamalah dengan hubungan kepada Sang Pencipta. Padahal untuk mengimplementasikan syariah Islam mutlak tidak dapat dipisahkan dari unsur spiritual (ruhiyah). Menjalankan syariah adalah bagian dari keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Tuhannya. Sebagaimana firman Allah SWT :
No comments:
Post a Comment