Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat dalam diri manusia dan tidak dapat dicabut oleh kekuasaan apapun. HAM dewasa ini telah menjadi isu sentral dalam tata kehidupan masyarakat internasional. Kajiannya tentu tidak lepas dari The Universal Declaration of Human Right (UDHR), mengingat wacana yang paling dominan bersandar pada deklarasi yang dianggap telah universal itu.
Upaya perlindungan HAM menjadi agenda yang tak terlewatkan. Namun dengan dalih itulah, kekuatan arogansi negara-negara adikuasa mempertontonkan kebiadaban secara telanjang di tengah kehidupan kita. Laporan hasil penelitian Human Right Watch (HRW) yang disampaikan dalam Human Right Report 2002, memberikan penilaian yang buruk terhadap penegakan HAM di AS. HRW mengecam keras pemerintah AS karena telah menyebabkan lebih dari 1.100 warga muslim ditahan terkait upaya investigasi pelaku aksi serangan teror ke menara kembar World Trade Centre (WTC) dan Pentagon tersebut.
Kasus pelanggaran HAM lainnya dapat dilihat dari invasi AS dan sekutunya ke Irak yang menelan korban jiwa dalam jumlah sangat besar. Belum lagi kerusakan infrastruktur yang ditimbulkan, merupakan bukti betapa istilah HAM telah dieksploitasi secara keliru. Ironis melihat fakta tersebut mengingat negara-negara yang selama ini mengklaim sebagai pegiat HAM dalam kenyataannya justru berada di garda terdepan dalam pelanggaran HAM itu sendiri. Tampak sekali bahwa konsep HAM yang berhasil dirumuskan hanya manis diatas kertas tapi pahit implementasinya.
Masyarakat internasional umumnya berpandangan bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta tahun 1215 di Inggris. Kemudian diikuti dengan Bill of Right tahun 1689, The American Declaration of Independence tahun 1776, The Frence Declaration tahun 1789, dan memasuki babak baru setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendeklarasi-kan UDHR tahun 1948. Padahal jauh sebelum itu, literatur sejarah Islam mencatat bahwa Rasulullah Muhammad saw telah mewariskan Piagam Madinah dan Khutbah di Padang Arafah ketika beliau menunaikan haji Wada’ sebagai masterpiece Islam dalam memandang HAM.
Rasulullah saw telah membangun konstruksi HAM sejak awal masa kepemimpinannya. Dilihat dari aspek sosial-keagamaan, masyarakat Madinah kala itu terdiri dari kaum muslimin, kaum Yahudi, serta sedikit masyarakat lainnya. Kaum muslimin sendiri terdiri dari golongan Muhajirin dan Anshar. Sedangkan kaum Yahudi terdiri atas tiga kelompok, yaitu Bani Nadir, Bani Qaynuka, dan Bani Quraizah. Namun ditengah keberagaman masyarakat yang seperti itu, Rasulullah saw berhasil membentuk Piagam Madinah sebagai bukti konstitusional yang mengatur tata aturan dan tata kehidupan bersama masyarakat di sana.
Jika membandingkan pemikiran dan perilaku Rasulullah saw dengan pencitraan Islam yang tumbuh dalam pandangan masyarakat dunia saat ini, secara nyata dapat dilihat bahwa ada kesalahpahaman dalam memandang Islam. Stigma negatif yang terus melekat pada Islam seakan mempertegas bahwa Islam sama sekali tidak punya pandangan terhadap perlindungan HAM.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai HAM secara mendalam, baik dalam pandangan positif yang tumbuh dalam masyarakat dewasa ini maupun dalam pandangan Islam sebagai alternatif terhadap praktek monopoli yang telah menyebabkan pemahaman yang seragam dan kaku terhadap HAM itu sendiri.
No comments:
Post a Comment