12 December 2008

Berbisnis bersama Allah: Menjadi Kaya dengan Zuhud

Bisnis merupakan interaksi antara para pihak dalam bentuk tertentu yang diupayakan untuk meraih manfaat bersama. Dalam bahasa Arab, interaksi tersebut dikenal dengan Mu’amalah.

Sayangnya, bisnis seringkali dijalankan tanpa memedulikan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Bisnis kerap hanya berorientasi pada keuntungan instan dan berdimensi masa kini semata. Para pelakunya sering tidak sadar bahwa bisnisnya membawa mudharat dan menyebabkan terbukanya pintu-pintu kemaksiatan. Belum lagi cara yang ditempuh, sikut kanan-sikut kiri, menghalalkan berbagai cara, memfitnah dan menyebarkan berita bohong, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, seakan-akan mereka lupa bahwa apa yang dikerjakan di dunia harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Tapi, apakah salah jika kita ingin memiliki dunia? Apakah salah jika kita ingin menjadi kaya? Tentu boleh, bahkan AA Gym punya gagasan bahwa kita harus kaya. Beliau mengatakan bahwa sebaiknya kaya itu bukanlah sekedar keinginan karena keinginan bisa berubah dan dapat menjerumuskan kita pada nafsu duniawi yang banyak menipu. Kaya semestinya menjadi suatu keharusan sehingga menjadi wajib dan tidak berubah. Namun kekayaan itu sendiri tidaklah berdimensi tunggal, yakni terbatas pada benda-benda berwujud. Kekayaan justru berdimensi luas, meliputi tapi tidak terbatas pada kaya hati, kaya gagasan, kaya semangat, dlsb. Yang terpenting kekayaaan tersebut harus bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, serta dapat mendatangkan keberkahan di dunia dan akhirat.

Kekayaan berupa harta benda harus ditempatkan pada tempat yang tepat. Boleh digunakan, tapi jangan disimpan dalam hati. Karena hati seyogyanya hanya untuk Allah. Ibarat sepatu, ia hanya boleh dikenakan di kaki. Karena kalau sepatu itu nyangkut di hati, akibatnya semakin bagus sepatunya semakin tinggi hatinya, namun jika lihat yang lebih bagus kita jadi iri hati, jika hilang kita pun sakit hati.

Lalu, bagaimana berbisnis yang baik? Dan apa maksudnya menjadi kaya dengan zuhud?

Harus diakui bahwa berbisnis yang paling menguntungkan adalah berbisnis bersama Allah. Cepat atau lambat kita sebagai hamba yang memiliki berbagai keterbatasan pasti membutuhkan pertolongan-Nya. Oleh karena itu, libatkanlah Allah bersama kita dalam setiap aktivitas yang dijalankan dan kembalikan semua itu hanya kepada-Nya. Insya Allah usaha kita akan maksimal dan lebih bermanfaat.

Kesadaran seperti itu sulit diperoleh tanpa zuhud, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai pola hidup bersih dan bersahaja. Imam Al-Ghazali menyebutkan 3 ciri ahli zuhud, yakni: tidak rindu dipuji dan tidak takut dicaci; merasa nikmat ketika beribadah sehingga tidak ada gambaran dunia yang mengganggu kekhusyu’annya; ada dan tiada sama saja, ia tidak berduka terhadap apa yang luput darinya, dan ia tidak gembira berlebihan terhadap apa yang dimilikinya.

Zuhud ada tingkatannya. Pertama, Zuhudnya orang awam, adalah menghindari yang haram, tapi masih mau dengan yang makruh. Kedua, orang yang menghindari hal yang berlebihan walaupun halal. Dalam tingkatan ini, keinginan bukan lagi yang utama melainkan hanya sebatas kebutuhan saja. Dan tingkatan tertinggi dari Zuhud adalah walaupun halal, dia tidak mau memberatkan pikiran dan hatinya di dunia serta memberatkan hisabnya nanti di akhirat.

Orang zuhud ketika punya harta senang berbagi dengan orang lain, terlebih kepada mereka yang sangat membutuhkan. Dia juga tidak minta-minta dan menjilat sesama manusia. Karena dia yakin bahwa rizki telah diatur Allah Azza wa Jalla. Tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali atas izin-Nya dan tidak terhalang pula apa yang telah dikehendaki-Nya. Ada saatnya rizki itu dibuka sehingga mengalir dengan deras, ada saatnya ditahan dan ada saatnya pula diambil Sang Pemiliknya.

Contoh orang yang zuhud adalah seorang pedagang yang memilih bergegas menuju masjid ketika waktu sholat tiba. Meskipun pembeli banyak, dia tutup sementara dagangannya demi menunaikan kewajiban yang lebih utama. Bahkan dia mengajak calon pembeli untuk turut serta shalat di awal waktu secara berjamaah.

Inilah salah satu etika bisnis yang baik, yang mengajarkan cara berbisnis bersama Allah yang lebih pasti keuntungannya. Tidak hanya di dunia, tapi Insya Allah meliputi pula keuntungan di akhirat. Tidak hanya membuat kaya materi, tapi Insya Allah kaya multidimensi. Wallahu A’lam.

No comments: